Jumat, 01 Juli 2011

Benarkah Anemia Menyebabkan Gagal Tumbuh Pada Bayi?

Menurut World Health Organization (WHO), seorang bayi dikatakan mengalami anemia bila kadar hemoglobin darah lebih rendah dari 11 g/dl. Namun, etiologi anemia yang paling umum adalah defisiensi zat besi dan juga defisiensi asam folat. 

Kedua jenis anemia tersebut dapat dibedakan berdasarkan rata - rata volume sel darah merahnya.
         Merujuk pada defisiensi tersebut, anemia adalah masalah kesehatan yang cukup besar untuk bayi di Indonesia. Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Ijkhuizen pada tahun 2001, enam dari sepuluh bayi di Indonesia itu tidak jauh berbeda dengan kondisi dunia. Sebuah survei yang dilakukan oleh bank dunia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 70% bayi mengalami anemia.
            Disebut gagal tumbuh, bila tinggi badan anak kurang dari dua standar deviasi dari tinggi badan yang dianggap normal pada suatu popoulasi. Gagal tumbuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah malanutrisi makronutrien. Namun, mikronutrien juga berperan penting dalam proses pertumbuhan bayi. Salah satu mikronutrien yang dianggap penting adalah zat besi.
           Gagal tumbuh memiliki implikasi yang buruk bagi proses tumbuh dan kembang bayi, terutama pada bayi dibawah tiga tahun. Selain menimbulkan gangguan proses pertumbuhan berupa kurangnya tinggi badan bayi dibandingkan dengan populasi normal, proses perkembangan otak juga dapat terganggu. Hal tersebut akan semakin fatal bila defisiensi terjadi pada bayi umur enam sampai dua belas bulan karena proses mielinisasi otak sangat aktif pada masa itu.
              Penelitian yang dilakukan oleh Ferly pada tahun 2009 menemukan bahwa prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 54,5% bayi umur enam sampai delapan bulan di Indonesia mengalami anemia. Selain itu, ditemukan pula adanya hubungan antara anemia dengan gagal tumbuh dan penurunan berat pada bayi umur enam sampai delapan bulan di Jakarta, Indonesia. Namun, korelasi penurunan gagal tumbuh lebih besar dibandingkan penurunan berat badan. Padahal, gagal tumbuh merupakan indikator pertumbuhan.yang kronik.
              Studi epidemiologis yang dilakukan oleh Ferly tersebut sesuai dengan penelitian dasar yang dilakukan oleh Vihervouri pada tahun 1996. Dalam publikasinya, Vihervouri mengungkapkan bahwa terdapat dua hormon yang sangat berperan dalam proses pertumbuhan, yaitu growth hormone dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Kedua hormon tersebut berperan dalam menghambat proses apoptosis dari sel-sel hematopoietik yang merupakan prekursor dari sel-sel darah, salah satunya adalah sel darah merah. Itulah yang menjelaskan mengapa orang yang pertumbuhannya normal memiliki kadar hemoglobin yang cenderung normal pula.
             Umumnya bayi dengan anemia memiliki gejala-gejala yang nonspesifik, seperti rasa lemah, merasa cepat lelah, bahkan dapat menyebabkan kebiruan pada badan bayi. Pada bayi dengan ciri-ciri tersebut, salah satu penyebab yang mungkin adalah perdarahan internal. Apabila tidak dapat ditemukan sebab perdarahan, maka dapat dicurigai kelainan nutrisi sebagai penyebabnya.
            Jika bayi mengalami kelainan nutrisi, tata laksana utamanya adalah melakukan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bayi yang disarankan adalah pemberian suplementasi nutrisi. Menurut studi yang dilakukan oleh Smuts pada tahun 2005, pemberian mikronutrisi berupa zink dan zat besi sangat berguna dalam memperbaiki status gizi bayi. Pemberian nutrisi tersebut hendaknya diberikan setiap hari sebanyak 10 mg.





Sumber : Media Aesculapius No. 02.XL.Mei-Juni 2011. 
Disebarluaskan melalui Puskesmas Sukosari

By Puskesmas Sukosari === 2 comments

2 komentar:

Nice info, sering-sering update artikel kesehatan ya...

terima ksaih atas perhatiannya, kami akan terus berusaha menampilkan info kesehatan secara berkala....

Posting Komentar